Berdirinya kerajaan Mataram islam memberi warna baru dalam sejarah penanggalan di jawa. Tepatnya ketika pemerintahan Sri Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma, ditetapkanlah pemberlakuan Tahun jawa. Adapun sistem penanggalan tahun jawa adalah mengikuti penanggalan hijriah, yaitu berdasarkan perputaran bulan ,atau di sebut komariah. Sistem penanggalan ini disepakati berlaku di seluruh wilayah mataram, yaitu pulau madura dan seluruh jawa (kecuali banten yang bukan kekuasaan mataram). Hari itu jumat legi tanggal 1 muharram 1043 hijriah bertepatan dengan tahun saka 1555, dan tahun 1633 masehi, di tetapkan sebagai awal tahun jawa 1555 (melestarikan peninggalan penanggalan saka).
Ada tiga hal penting dalam pemberlakuan tahun jawa:
1)Mempertahankan kebudayaan asli jawa dengan mewadahi Pakuwon dan sebangsanya yang diperlukan dalam memperingati hari kelahiran orang jawa, mengerti watak dasar manusia dan prediksi peruntungan menurut primbon jawa.
2)Melestarikan kebudayaan hindu yang kaya akan kesusasteraan, kesenian, arsitektur candi dan agama. Hal ini sangat penting karena kebudayaan hindu telah berhasil menghiasi dan memperindah budaya jawa selama berabad-abad sebelumnya.
3)Menyelaraskan kebudayaan jawa dan kebudayaan arab. Siatem penanggalan tahun jawa yang serupa dengan penanggalan hijriah yaitu Komariah, akan memudahkan masyarakat islam di jawa untuk menjalankan ibadahnya dengan hari-hari suci/besar islam.
Dengan begitu, penanggalan tahun jawa mampu mengakomodasi tiga golongan utama masyarakat jawa ketika itu, yaitu golongan orang jawa kuno (asli), golongan masyarakat hindu, dan golongan islam.
Pada sekitar abad 12, pulau Jawa berada dalam pengaruh 3 aliran yg berbeda, yaitu.. ajaran Hindu, Mokso Jawi dan Islam.
Mokso Jawi sendiri adalah rangkaian ilmu yg pada intinya mengupas tentang kedigdayaan yg bersumber dari para raja lelembut. Simbol dari ajaran ilmu ini kemudian digambarkan sebagai bentuk keris.
Sedangkan Islam telah ada di pulau Jawa sejak abad 9. Ajaran ini dibawa dari kota Misri oleh seorang Waliyullah Kamil bernama Syekh Sanusi dan muridnya bernama Muhammad Al Bakhry. Namun ajaran Islam di pulau Jawa baru masyhur pada abad 13 dan 14, yakni pada zamannya para Wali Songo...
Ada tiga hal penting dalam pemberlakuan tahun jawa:
1)Mempertahankan kebudayaan asli jawa dengan mewadahi Pakuwon dan sebangsanya yang diperlukan dalam memperingati hari kelahiran orang jawa, mengerti watak dasar manusia dan prediksi peruntungan menurut primbon jawa.
2)Melestarikan kebudayaan hindu yang kaya akan kesusasteraan, kesenian, arsitektur candi dan agama. Hal ini sangat penting karena kebudayaan hindu telah berhasil menghiasi dan memperindah budaya jawa selama berabad-abad sebelumnya.
3)Menyelaraskan kebudayaan jawa dan kebudayaan arab. Siatem penanggalan tahun jawa yang serupa dengan penanggalan hijriah yaitu Komariah, akan memudahkan masyarakat islam di jawa untuk menjalankan ibadahnya dengan hari-hari suci/besar islam.
Dengan begitu, penanggalan tahun jawa mampu mengakomodasi tiga golongan utama masyarakat jawa ketika itu, yaitu golongan orang jawa kuno (asli), golongan masyarakat hindu, dan golongan islam.
Pada sekitar abad 12, pulau Jawa berada dalam pengaruh 3 aliran yg berbeda, yaitu.. ajaran Hindu, Mokso Jawi dan Islam.
Mokso Jawi sendiri adalah rangkaian ilmu yg pada intinya mengupas tentang kedigdayaan yg bersumber dari para raja lelembut. Simbol dari ajaran ilmu ini kemudian digambarkan sebagai bentuk keris.
Sedangkan Islam telah ada di pulau Jawa sejak abad 9. Ajaran ini dibawa dari kota Misri oleh seorang Waliyullah Kamil bernama Syekh Sanusi dan muridnya bernama Muhammad Al Bakhry. Namun ajaran Islam di pulau Jawa baru masyhur pada abad 13 dan 14, yakni pada zamannya para Wali Songo...
0 komentar:
Posting Komentar