News Update :
Home » » Fatwa Haram 'Uya Memang Kuya'

Fatwa Haram 'Uya Memang Kuya'

Untuk kesekian kalinya Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) se-Jawa-Madura kembali menggelar 'bahtsul masa'il' atau pembahasan masalah yang menjadi perhatian masyarakat. Dalam 'bahtsul masa'il', yang diselenggarakan di Pondok Pesantren
Darussalam, Trenggalek, Jawa Timur, Maret 2011, salah satunya menyepakati fatwa haram program televisi 'Hipnotis Uya Memang Kuya'.

Tontonan yang biasanya tayang setiap petang di sebuah stasiun televisi itu diharamkan dengan dasar bahwa sering mengumbar aib diri dan aib orang lain. Padahal yang demikian, menurut perumus fatwa, sangat bertentangan dengan Islam yang melarang menyebarkan aib. Bahkan ada perintah kepada umat Muslim agar menutup aibnya, melindungi aib saudara dan sesama muslim lainnya.

Apa yang dihasilkan dalam 'bahtsul masa'il' itu sebenarnya bukan suatu hal yang baru, sebab dalam munas-nya di Jakarta, tahun 2010, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan 7 fatwa baru. Dari ketujuh fatwa itu yang paling menarik dan dibincangkan banyak orang adalah soal fatwa haram infotainmen. Fatwa ini bukan hanya ditujukan kepada produser infotainmen, televisi yang menayangkan, namun juga kepada pemirsanya.

Menurut Ketua Komisi Fatwa MUI, Ma'ruf Amin, hukumnya haram menceritakan aib, kejelekan orang, gosip, dan hal-hal lain terkait pribadi kepada orang lain dan atau khalayak hukum. Selain itu hukumnya juga haram membuat berita yang mengorek dan
membeberkan aib, kejelekan, dan gosip, termasuk mengambil keuntungan dari berita yang berisi tentang aib dan gosip.

Fatwa ini dikeluarkan terkait banyaknya pengaduan dan keluh kesah dari masyarakat
akibat dampak buruk dari tayangan yang menampilkan soal gosip-gosip, aib-aib, dan
pertengakaran diantara artis dengan artis maupun artis dengan suami atau istrinya.
Berita yang demikian tidak mendidik bahkan menjadi contoh yang negatif sehingga banyak kejadian yang tidak diinginkan terjadi di masyarakat akibat menonton tayangan itu, misalnya saja gencarnya soal berita video porno artis Ariel, Cut Tari, dan Luna Maya menyebabkan terjadinya beberapa kali pemerkosaan, baik yang dilakukan oleh orang dewasa maupun anak-anak.

Tidak hanya itu, meski infotaiment diakui ada sisi untungnya, seperti mengangkat pamor artis, namun berita itu sebenarnya, disadari atau tidak, banyak menyudutkan artis dari kehidupan masyarakat. Seolah-olah artis hidupnya hanya hura-hura, tidak tahu malu, bahkan 'free sex'. Lihat saja ulah KD dan Raul yang ciuman sebelum resmi menikah menunjukkan bahwa mereka tidak tahu etika.

Munculnya infotainmen terjadi ketika budaya televisi, di mana banyak muncul stasiun-stasiun televisi baru, marak di Indonesia. diawali dengan KISS (Kisah Seputar Selebritis) di Indosiar, akhirnya seluruh televisi yang lain juga menayangkan tayangan yang sama meski dengan nama tayangan yang berbeda. Maraknya infotainmen sebab selain adanya euforia pers di awal-awal era reformasi juga karena adanya kebutuhan stasiun televisi yang membutuhkan program-program acara untuk mengisi-ngisi jam siaran mereka.

Rupanya infotainmen laku dijual dan digandrungi masyarakat. Buktinya tayangan ini
mampu bertahan puluhan tahun. Dibanding tanyangan yang menampilkan mistik atau hantu-hantuan, infotainmen lebih unggul. Kita sekarang tidak lagi melihat Kismis (kisah misteri) di RCTI, Dunia Lain di Trans TV, Uka-Uka di TPI, maupun tayangan serupa di televisi lainnya, namun kita hingga saat ini masih melihat tayangan infotaiment di banyak stasiun televisi.

Mengharamkan infotainmen tentu akan berakibat terjadinya pengangguran massal, sebab banyak orang yang bekerja menjadi wartawan infotaiment. Selain itu bisa menyebabkan stasiun televisi akan mengulang-ulang tayangan sehingga bisa membuat pemirsa bosan, seperti ada stasiun televisi yang mengulang-ngulang film 'cartoon' yang ceritanya itu-itu saja. Hal demikian bisa terjadi karena kekosongan program tayangan.

Langkah MUI mengharamkan infotainmen sangat bijak, namun hal yang demikian tidak akan menyelesaikan masalah. Perlu langkah-langkah alami yang bisa membuat infotainmen tidak lagi digandrungi masyarakat, seperti: Pertama, mencerdaskan masyarakat. Saya tidak menyebut penonton infotainmen adalah masyarakat yang tidak cerdas, namun saya mengatakan bila semakin cerdas masyarakat maka secara otomatis masyarakat akan memilih tayangan-tayangan yang cerdas pula.

Kita lihat ada stasiun televisi yang programnya lebih mengedepankan pada berita, namun keberadaan stasiun televisi itu dalam rating maupung rangking kalah dengan stasiun televisi yang lebih mengumbar infotainmen, musik dan berita-berita soal selebritas dan hiburan.

Kita tidak mengharapkan orang-orang berbondong-bondong duduk di depan televisi untuk menonton berita atau 'news', namun dengan mencerdaskan masyarakat maka
masyarakat akan mampu memilih program tayangan yang lebih mendidik. Sebuah lembaga survei menyebutkan sebuah hasil bahwa pada periode Januari-Juni 2009 pemirsa televisi berita, MetroTV dan TV One, naik tajam saat memasuki tahapan Pemilu 2009. Pemirsa berita MetroTV dan TV One bertambah 28%, menjadi rata-rata 23.000 orang di kuartal II April sampai Juni 2009.

Kemudian dalam program-progran tayangan untuk medukung pemilu pun juga sama melonjaknya. Misalnya program Presiden Pilihan dari TV One memperoleh penonton berita terbanyak dengan rating 5,4% saat menghadirkan Jusuf Kalla, sedangkan penonton berita terbanyak Atas Nama Rakyat dari TV One dengan rating 5,2% saat penampilan Megawati, seperti halnya Capres Bicara Hukum di Global TV 2,3% dan Barometer di SCTV 3,5% program Capres Bicara meraih penonton berita terbanyak dengan rating 6,4%. Banyaknya penonton dalam acara-acara itu karena suasana Pemilu Legeslatif dan Pemilu Presiden adalah suasana ketika masyarakat lagi cerdas-cerdasnya.

Kedua, untuk mengalihkan perhatian masyarakat menonton infotaiment harus ada tayangan yang lain sehingga masyarakat secara tidak sadar akan mengabaikan tayangan
infotaiment. Tayangan ini misalnya program olahraga, seperti pertandingan sepakbola, baik nasional maupun internasional.

Menurut sebuah hasil survei dari lembaga survei ternama, pada babak penyisihan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, penonton televisi di Indonesia yang menonton tayangan Piala Dunia tercatat tertinggi dibanding dengan 32 negara lainnya. Persentase itu menunjukkan 47% orang Indonesia menonton Piala Dunia melalui televisi, disusul Serbia 45,8%, Italia 45,6%, Afrika Selatan 43%, dan dan Yunani 42,5%. Dalam survei lebih lanjut disebutkan saat pertandingan antara Portugal dan Brasil penonton di Indonesia mencapai sekitar 4,7 juta penonton.

Hal demikian membuat tayangan Piala Dunia mampu mengalahkan program-program televisi seperti sinetron, 'reality show', hingga infotainmen. Nah belajar dari paparan itu, maka selayaknya pemerintah, MUI, dan stasiun televisi mendukung, mengadakan atau memperbanyak tayangan-tayangan yang mampu mengalihkan perhatian masyarakat dari tayangan infotainmen.

Ketiga, perlu adanya lembaga sensor infotainmen. Memang bila infotainmen dinyatakan sebagai tayangan yang haram dan tidak mendidik, namun masih diberi kesempatan tayangan itu 'on air', maka harus dibentuk semacam lembaga sensor infotainmen.

Tentu lembaga yang dibentuk bukan lembaga sensor seperti zaman Orde Baru, namun
menyensor tayangan-tayangan yang dirasa memberatkan bagi artis dan masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. mandhez . All Rights Reserved.
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Design by Premium Blogger Templates. Inspired from Blogger Tricksfree download all